BOGOR - Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. M. Syarifuddin S.H., M.H. membuka secara resmi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) 1 Program Pendidikan Calon Hakim (PPCH) gelombang 2 pada Rabu, 17 April 2024 di Kampus Mahkamah Agung, Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini diikuti oleh 482 calon hakim yang terdiri atas 324 peserta dari Peradilan Umum, 123 peserta dari Peradilan Agama, dan 35 peserta dari Perdailan Tata Usaha Negara.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Mahkamah Agung didampingi oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Yudisial, Ketua Kamar Pembinaan, Ketua Kamar Pengawasan, Ketua Kamar Perdata, Ketua Kamar Tata Usaha Negara, Ketua Kamar Agama, Ketua Kamar Pidana, Ketua Kamar Militer, serta para pejabat Eselon satu dan dua pada Mahkamah Agung. Terkait hal tersebut, Syarifuddin menyatakan kehadiran para pimpinan Mahkamah Agung untuk memberikan dukungan dan motivasi kepada semua peserta yang akan mengikuti pelatihan hingga enam minggu ke depan.
“Kenapa kami hadir lengkap? Karena kami yakin anda-anda semua pada saatnya nanti akan menggantikan posisi kami di sini, ” kata Syarifuddin yang disambut tepuk tangan para peserta.
Mengawali pidatonya Ketua Mahkamah Agung menyampaikan selamat kepada semua perserta karena sudah sampai pada tahap ini setelah sebelumnya melewati beragam ujian dan bersaing dengan ribuan pendaftar lainnya. Baginya, ini merupakan titik awal dari proses penempaan diri selaku seorang penegak keadilan.
Menurutnya hakim adalah figur sentral dalam proses penegakan hukum. Hitam putihnya hukum di negeri ini, salah satunya ditentukan oleh ketukan palu hakim.
Untuk menjadi seorang hakim harus didasarkan pada panggilan nurani, harus lahir dari niat yang murni untuk menegakkan keadilan di muka bumi. Tentunya, setiap pilihan pasti ada konsekuensinya, termasuk menjadi hakim, untuk itu ia berpesan, profesi ini harus dijalani dengan serius, tidak main-main, tidak coba-coba.
Baca juga:
Pengertian Blog, Struktur Umum dan Jenisnya
|
“Ketika saudara telah memutuskan untuk menjadi seorang hakim, saudara harus meyakini bahwa profesi ini adalah pilihan saudara, sekaligus jalan yang telah dipilihkan Tuhan untuk saudara. Karena itu tidak ada istilah “saya hanya coba-coba”, “saya kebetulan lulus”, dan lain sebagainya, ” tegasnya.
Ia meminta mulai dari sekarang para calon hakim harus memantapkan dalam hati sanubari masing-masing akan menjadi hakim yang cerdas berintegritas, jujur dan bersih, serta tidak akan mengkhianati kepercayaan yang telah diamanahkan Tuhan kepada mereka. 482 orang tersebut telah terpilih untuk mengemban amanah mulia, namun tidak ringan dan penuh tantangan.
“Kelak, ketika saudara diangkat menjadi hakim, saudara harus betul-betul menjadi hakim yang profesional dan berintegritas, ” katanya.
Profesionalitas dan integritas adalah dua hal mutlak yang harus dimiliki oleh seorang hakim, tanpa bisa di tawar-tawar, karena integritas tanpa profesionalitas adalah kerapuhan, sedangkan profesionalitas tanpa integritas akan menjadi sumber terjadinya malapetaka.
Profesionalitas bisa dibangun dengan pengetahuan yang diperoleh dari belajar dan membaca, sedangkan integritas harus diinsyafi dan ditekadkan dalam hati, kemudian dilakukan dalam setiap tindakan dan perbuatan. Menjalankan tanggung jawab sebagai seorang hakim tidak cukup hanya berbekal ilmu pengetahuan yang tinggi, melainkan dibutuhkan adanya integritas dan kepekaan hati nurani. Untuk itu, seorang hakim harus selalu menjaga agar hati nuraninya tetap bersih dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Guru Besar Universitas Diponegoro itu berharap para peserta calon hakim tersebut menjadi orang-orang yang mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai hakim yang profesional dan memiliki integritas yang tinggi.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Hery Mulyono, S.H., M.H. mengatakan melalui diklat ini, para peserta akan mendapatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan sebagai bekal untuk menjadi seorang hakim. Selain itu, para peserta juga akan diberikan pendidikan tentang perilaku, moral, etika, dan kedisiplinan, karena untuk menjadi seorang hakim bukan hanya harus cerdas dalam menganalisis setiap persoalan hukum dan terampil dalam memimpin persidangan, namun juga yang terpenting adalah, harus memiliki integritas, kedisiplinan dan sikap moral yang baik.
Acara pembukaan ini ditutup dengan foto bersama para peserta dengan Pimpinan Mahkamah Agung. (azh/RS/photo:Yrz)