BANDUNG - Pagi dini hari tadi, aku melepas teman berangkat haji, perintah wajib bagi muslim, menunaikan rukun islam bagi yang mampu.
Hampir seluruh badannya tertutup kain warna putih, serba putih. Putih warna Malaikat. Itu yang diceritakan Nabi Muhammad pada isterinya Aisyah ketika melihat Malaikat Jibril bersayap enam puluh. Satu sayap, dapat menutupi awan saking besarnya.
Baca juga:
Dialog Akal Sehat UAS dan Rocky Gerung
|
Putih. Haru dan senang melepas rombongan haji seperti yang pernah kurasakan dua puluh tahun yang lalu. Sebuah perjalanan “napak tilas” Nabi Ibrahim dan keluarga. Ber-istiqamah dan sabar, pembelajaran bagi Muslim dan manusia di muka bumi.
Melihat usia Nabi Ibrahim, dan Siti Sarah sudah tua, tapi belum diberi anak. Suatu cobaan, membuat Nabi Ibrahim tak hentinya memohon, berdoa pada Allah agar ia diberi keturunan.
Baca juga:
Rudi Lantik PD DMI Kabupaten Lingga
|
Waktu terus berjalan, tanda-tanda kehamilan tak kunjung dirasakan hingga titik nadir. Siti Sarah berucap “Suamiku Ibrahim, tak mungkin rasanya aku dapat melahirkan, mengingat usia ku sudah seratus tahun” katanya pasrah. Itu diabadikan dalam QS: Surah Hud 71-72.
Ibrahim diam dan terus berdoa hingga tenggorokannya kering dan kelu melafaskan, memanggil Yaa Rabb, salah satu dari nama Allah Swt, jamaknya dari arbab. Kata Rabb tercantum dalam Al-Quran menggambarkan sifat-sifat Tuhan yang dapat menyentuh makhluk-makhluk-Nya, memiliki arti, Dia yang mendidik, dan Dia memelihara.
Siti Sarah pun, mengusulkan agar suaminya Ibrahim “kawin lagi.” Suatu ucapan jarang terjadi bahkan mungkin tak ada pada wanita masa kini. Sarah wanita Sholeha dirancang Allah. Walau demikian, Nabi Ibrahim tidak sesuka hatinya mencari-memilih wanita.
Dengan minta tolong pada isterinya. Agar sesuai keinginan sang isteri. Mata Siti Sarah tertuju pada pembantunya gadis muda berkulit hitam bernama Siti Hajar.
Nabi Ibrahim menerima apapun itu, dan bersyukur hingga melahirkan seorang anak Ismail namanya, membuat Mereka (Ibrahim dan Siti Hajar) terlihat bahagia. Sangat bahagia.
Tapi, perasaan dasar manusia, pun muncul pada diri Siti Sarah “Cemburu”.
Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengajak isterinya, Siti Hajar dan puteranya Ismail (masih bayi) meninggalkan Palestine, menuju daratan tandus dan kering di antara dua bukit. Sebuah gurun yang sangat panas, gersang tanpa peradaban. itu diabadikan pada QS. Al-Baqarah 158.
Ketika Ibrahim harus meninggalkan mereka berdua disana. Nabi Ibrahim tidak menoleh sekali pun kepada Siti Hajar, dibelakangnya, meski ia menangis. Luluh hatinya terus memanggil namaNYA,
Yaa Rabb
yaa Rabb
Yaa Rabb.
Semakin jauh Nabi Ibrahim meninggalkannya.
Siti Hajar lalu mengejar suaminya dan mengatakan, “Ke mana engkau akan pergi dan meninggalkan kami di padang pasir yang tidak ada manusia dan bahkan kehidupan ini? Apakah Allah SWT memerintahkan kamu wahai suamiku?”
“Benar” jawab Ibrahim.
“Kalau begitu, Allah pasti tidak akan membiarkan kami, ” kata Siti Hajar.
Benar, ia menjalani apa yang telah diajarkan suaminya Ibrahim: “Samikna wa atokna.” Kami mendengar, dan kami taat pada Allah , pencipta semesta alam. Tunduk - patuh - sambil berlangkah-langkah kecilnya, bulak balik diantara dua bukit Shafa ke Marwa hingga tujuh kali dari bukit Shafa ke Marwa, dan sebaliknya.
Di tengah kegelisahan dan keputusasaan, Siti Hajar memohon kepada Allah, Yaa Rabb berilah yang terbaik untuk kehidupannya dan sang putra.
Baca juga:
Kaum Sodom, Sejarah Terulang Kembali
|
Allah kemudian memberikan mukjizat-Nya. Sumber mata air, mata air Zamzam. Hajar dapat minum air dan menyusui anaknya kembali. "Air zamzam akan memberikan apa yang menjadi tujuan peminumnya, "
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
“Janganlah kamu takut diterlantarkan, karena di sini adalah “ Rumah Allah, “ yang akan dibangun oleh anak (Ismail) ini dan ayahnya (Ibrahim). Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.” (HR.Muslim).
Itu pula yang diikuti muslim melakukan "Sai" dalam kegiatan berhaji dan umrah. Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Baqarah ayat 158, "Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah Haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui."
Bandung
Eddy Syarif
Tukang Foto Keliling