JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menemukan tiga faktor yang menyebabkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Provinsi Kalimantan Tengah belum berjalan dengan baik. Mardani menekankan, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) ini merupakan alas bagi proses pembangunan di setiap daerah. Menurutnya, jika alasnya tidak kuat, apalagi saling tumpang tindih dan tidak kokoh, maka pembangunannya akan bermasalah.
“Dan dari paparan Asisten Dua Provinsi Kalimantan Tengah ini, kami menemukan ada beberapa faktor yang menyebabkan pembangunan di provinsi tersebut belum berjalan maksimal, ” ujar Mardani saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI ke Kalimantan Tengah, baru-baru ini.
Faktor utama, lanjut Mardani, karena peta tanah di Kalteng masih berada di dua institusi, yakni Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan satu lagi berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sehingga membuat RDTR di Kalteng selalu dalam keadaan yang fragile atau sangat mudah untuk dikomplain. Ia mencontohkan, penjelasan dari Asisten Dua Provinsi Kalteng, dimana ketika Pemerintah Provinsi Kalteng ingin membangun infrastruktur di salah satu wilayahnya, sehingga masyarakat bisa menikmati layanan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi, tapi disaat baru ingin memulai membangun infrastruktur jalan, tapi sudah langsung diprotes oleh Kementerian Kehutanan, dengan alasan wilayah tersebut masuk dalam wilayah hutan.
“Poin kedua, saya melihatnya ada anggaran beberapa kementerian ataupun unit kerja, anggarannya tidak diturunkan, akhirnya RDTR-nya menjadi lambat, RTRW-nya juga tidak sinkron. Termasuk membangun kesesuaian antara sistem OSS (Online Single Submission) dengan sistem yang lain, koneksinya terhambat. Niatnya digital area mempercepat, ini malah memperlambat. Sehingga mestinya ada anggaran yang betul-betul untuk itu, ” tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Selain itu, masih kata Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI tersebut, melihat problem besarnya ada pada ketidakadilan dalam pembagian dana bagi hasil daerah, khususnya Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki luas wilayah 1, 5 kali pulau Jawa. Dengan kata lain, banyak perkebunan dan pertambangan namun masih masyarakat yang belum sejahtera. Mardani memastikan akan membawa masalah ini ke pusat.
“Karena, harus ada inisiatif untuk membicarakan ini kepada kementerian terkait lainnya, seperti Kementerian Kehutanan dan Kementerian Keuangan, bahkan juga kepada Badan Anggaran di DPR. Karena bagaimanapun suara ini jika tidak didengar, makin lama makin besar, dan dikhawatirkan ke depan bukan hanya bersuara, tapi nanti bisa ada gerakan-gerakan. ‘Bisul’ itu bisa pecah dan itu lebih berbahaya. Sehingga lebih baik dilakukan pendekatan dengan penuh kasih sayang dari pusat dan daerah. Ini PR kita bersama, ” tegas Mardani. (ayu/sf)