Hukum-Konflik kepentingan dalam profesi akuntansi, khususnya antara akuntan publik dan akuntan berpraktik, merupakan isu yang serius dan memerlukan perhatian lebih dari semua pihak yang terlibat. Permasalahan ini berkaitan erat dengan cara akuntan publik menyediakan jasa mereka dan bagaimana jasa tersebut bisa tumpang tindih dengan jasa yang diberikan oleh akuntan berpraktik. Kedua profesi ini, meskipun memiliki peran yang berbeda dalam sistem keuangan dan bisnis, sering kali menawarkan layanan yang serupa, yang pada gilirannya dapat menimbulkan potensi konflik kepentingan.
Konflik kepentingan dapat muncul dalam berbagai situasi, seperti saat akuntan publik yang bertugas mengaudit laporan keuangan sebuah perusahaan juga menyediakan jasa konsultasi atau layanan lain yang secara langsung dapat mempengaruhi objektivitas dan independensi audit mereka. Situasi ini tidak hanya merusak kredibilitas laporan keuangan yang diaudit tapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi secara keseluruhan.
Salah satu akar masalah yang menyebabkan munculnya konflik kepentingan ini adalah belum adanya peraturan yang komprehensif untuk mengantisipasi dan mencegah konflik kepentingan tersebut sejak awal. Saat ini, regulasi yang ada cenderung hanya menetapkan batasan untuk individu akuntan publik, tanpa menyediakan panduan atau mekanisme yang jelas untuk mengidentifikasi dan mengatasi potensi konflik kepentingan yang lebih luas dalam praktik profesional mereka. Hal ini terlihat bisa seorang individu memegang dua izin Praktek sebagai Akuntan Publik (KAP) dan Akuntan Berpraktik (KJA) dari kementrian Keuangan.
Kekosongan hukum ini menunjukkan perlunya pembuatan regulasi baru yang lebih detail dan spesifik, yang tidak hanya mengatasi konflik kepentingan setelah muncul tapi juga mencegahnya dari awal. Sebagai contoh, bisa diusulkan bahwa akuntan publik dan akuntan praktik harus memilih salah satu jenis izin praktek jika mereka ingin mengajukan izin. Dengan demikian, mereka dilarang mengajukan permohonan untuk kedua izin sekaligus, yang mana langkah ini dapat membantu meminimalisir risiko konflik kepentingan.
Baca juga:
Gugatan Mahasiswa UKI Ditolak oleh MK
|
Pengambilan kebijakan dan regulator perlu merenungkan situasi ini dengan serius dan bekerja sama dengan profesi akuntansi untuk mengembangkan solusi yang praktis dan efektif. Kebijakan yang diusulkan harus mempertimbangkan keseimbangan antara fleksibilitas praktik profesional dengan kebutuhan untuk menjaga integritas dan objektivitas dalam pekerjaan akuntansi dan audit. Ini mungkin melibatkan dialog yang lebih luas dengan semua pihak yang berkepentingan, termasuk akuntan, perusahaan audit, pengguna laporan keuangan, dan publik umum, untuk memastikan bahwa solusi yang dihasilkan tidak hanya efektif tapi juga adil dan bisa diterima oleh semua pihak.
Untuk lebih detail dapat di baca dalam Riset berikut ini: Legal Vacuum: Conflicts of Interest for Public Accountants and Practicing Accountants in Indonesia