JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily meminta agar pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dibahas dalam Panitia Khusus (Pansus), karena banyak materi muatannya perlu melibatkan alat kelengkapan dewan (AKD) selain Komisi X DPR RI, dalam hal ini Komisi VIII DPR RI.
"Kami akan meminta Pimpinan DPR agar pembahasan revisi UU Sisdiknas harus melibatkan Komisi VIII. Hingga saat ini, pembahasan revisi UU Sisdiknas belum masuk ke DPR RI. Tentu kami akan meminta agar pembahasan revisi UU ini harus melibatkan Komisi VIII yang juga membidangi pendidikan di bawah Kementerian Agama RI. Karena itu seharusnya dibahas di Pansus, " kata Ace Hasan saat menerima audiensi Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP PERGUNU), di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (22/6/2022).
Baca juga:
Zainal Bintang: Mafia Minyak Goreng Itu….
|
Disampaikan Ace, PERGUNU yang dipimpin Prof KH Asep Saifudin Chalim, menyampaikan berbagai persoalan pendidikan di Indonesia, terutama tentang keberadaan pendidikan keagamaan. Salah satu yang mengemuka adalah tentang tidak masuknya nomeklatur ‘Madrasah’ dalam revisi UU Sisdiknas.
“Saya menyampaikan bahwa Madrasah memiliki kontribusi penting dalam pendidikan di Indonesia. Tidak masuknya nomeklatur ‘Madrasah’ sangat ahistoris. Madrasah itu memiliki kotribusi Besar dalam pendidikan di Indonesia. Kami akan mengawal revisi UU Sisdiknas in agar lebih baik dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan kita, ” kata Ace.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan, poin-poin yang ada dalam UU Sisdiknas bukan hanya ada dalam ranah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) saja, namun melibatkan Kementerian Agama (Kemenag). Sistem pendidikan yang ada di bawah koordinasi Kemenag, memberikan kontribusi 20 persen dari angka partisipasi pendidikan di Indonesia.
Ace mencontohkan, anggaran pendidikan di Kemenag sebesar Rp62 triliun, dan sebesar Rp52 triliun untuk pendidikan Islam yang dibagi untuk dukungan manajemen untuk guru dan dosen, sementara untuk operasional madrasah sangat minim. "Jika dibandingkan dengan anggaran Kemendikbud bisa terserap hingga Rp542 triliun. Dari anggaran saja menunjukkan adanya ketimpangan anggaran yang tidak seimbang, " ujarnya.
Legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat II itu mengatakan, Komisi VIII DPR RI telah membuat Panitia Kerja (Panja) tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan sebagai upaya untuk memastikan bahwa pendidikan adalah milik semua warga, harus setara tidak boleh ada yang dinomorduakan, dan semua harus dalam posisi yang sama.
Menurut Ace, Komisi VIII DPR telah menyampaikan kepada Kemenag terkait belum maksimalnya memperhatikan pendidikan keagamaan di Indonesia karena tidak heran banyak pihak terutama pengambil kebijakan memandang madrasah bukan sebagai prioritas. “Ketimpangan juga terjadi dalam pengelolaan tenaga pengajar, tahun lalu Kemendikbud memiliki 1 juta PPPK sementara di Kemenag hanya 27 ribu, ” imbuhnya.
“Ini yang salah Kemenag yang tidak menyiapkan data akurat, sehingga KemenPAN-RB tidak melihat atau memang negara tidak berpihak pada pendidikan di Kemenag. Itu dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di klausul 177 dan 178 pasal penjelasan, ” ujar Ace.
Klausul 177 menyebutkan, penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma. Klausul 178 menyebutkan, penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (rnm/sf)