JAKARTA - Maju Pilpres, hampir pasti Anies menang. Ini dapat dikalkulasi secara rasional. Anies tak ubahnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2004 dan Jokowi tahun 2014.
Anies punya magnet cukup luar biasa. Dimana ada Anies, di situ berkumpul massa yang histeris. Mereka akan teriak: presiden... Presiden... Presiden...
Anies Baswedan sudah identik dengan sebutan presiden. Ini ada di alam bawah sadar rakyat. Tak ada komando, tak ada yang provokasi.
Suatu ketika saya pernah lihat Anies di bandara. Saya perhatikan dari jarak belasan meter. Hampir gak ada orang di bandara itu yang tidak minta foto sama Anies. "Ini orang sepertinya memang sedang disiapkan oleh sejarah", gumamku dalam hati.
"Habis Gelap Terbitlah Terang" kata temenku, seorang tokoh dari Jepara. Dia menggambarkan Anies sebagai sebuah harapan baru. Anies seperti air dalam kehausan rakyat.
Saya hanya mendiskripsikan tentang situasi sosial saat ini yang lagi gandrung dengan tokoh bernama Anies Baswedan. Obyektif, apa adanya, dan memang begitulah faktanya. Sebuah ungkapan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Baca juga:
Zainal Bintang: Mafia Minyak Goreng Itu….
|
Jika Anies disambut meriah dan dielu-elukan di Jakarta, itu hal biasa. Karena Anies memang gubernur Jakarta. Tapi, ketika Anies datang ke Makasar, Padang, Surabaya dan Jogja, masyarakatnya menyambut dengan antusias dan dalan jumlah besar, lalu teriak presiden... Presiden... Presiden.. Tentu ini bukan sesuatu yang biasa. Ini tanda zaman bahwa Anies memang sepertinya disiapkan oleh takdir untuk memimpin negeri ini kedepan.
Semalam ada yang telpon saya, dia dapat info bahwa ada sejumlah daerah yang minta Anies datang. Sepertinya mereka ingin juga merasakan kehadiran Anies setelah viral video sambutan kepada Anies di Surabaya, Makasar dan Jogja. Mereka sepertinya gak sabar menunggu Anies selesai dulu dari tugasnya sebagai gubernur 16 oktober tahun ini.
Temen saya yang semalam telp juga sedang cari akses ke Anies untuk menghadirkan gubernur DKI ini ke daerahnya. Dia jamin bisa kumpulkan minimal 10.000 orang. Pandemi bro... Pandemi... Sabar.
Untuk menguji kebenaran "tesis" saya di atas, anda coba testimoni dengan menghadirkan Anies di berbagai daerah. Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulsel, Sumsel, Sumbar, Aceh, Sumut, atau mana saja. Kasih tahu masyarakat Anies akan datang ke wilayah itu. Kita lihat, berapa banyak dan antusiasnya masyarakat yang menyambut Anies. Anda boleh patahkan "tesis" saya jika yang datang sedikit.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies, JIS, No Rasis
|
Masalahnya, Anies kalau datang ke daerah untuk keperluan tugas negara, diem-diem. Gak kasih tahu masyarakat. Alasannya, ini tugas negara, bukan sedang kampanye. Anies betul-betul menjaga etika kerja. Kalau kebetulan itu acara hajatan partai, silaturahmi ke ulama atau tokoh, ini akan dimanfaatkan oleh mereka untuk mengumumkan ke masyarakat sekitar. Gak bisa diem-diem lagi. Ini terjadi seperti di Makassar (acara pernikahan), Jogja (partai), Surabaya dan Bumiayu Brebes (pesantren) itu.
Setiap zaman ada tokohnya. Jika dilihat dari banyak indikator, Anies adalah tokoh zaman ini. Anies punya magnet sosial yang cukup luar biasa.
Menjamurnya kelompok relawan Anies dengan berbagi nama dan identitas yang bermunculan saat ini adalah bukti nyata bahwa Anies punya magnet yang cukup besar. Dan ini tidak nampak pada tokoh lain.
Ada yang gak suka, itu pasti. Tidak ada tokoh di dunia ini yang disukai semua orang. Nabi sekalipun, tidak semua orang suka. Tuhan aja ada yang menolak kehadiran-Nya, apalagi manusia. Ini bukan analogi, jangan salah paham. Tapi ini menegaskan bahwa setiap manusia, ada yang suka, dan ada yang gak suka. Itu wajar saja.
Kelebihan Anies diantaranya tidak pernah bereaksi dengan kebencian orang lain kepadanya. "Dipuji tidak terbang, dicaci tidak tumbang". Prinsip ini benar-benar menjadi karakter Anies dalam keseharian.
Baca juga:
Tony Rosyid: Berebut Warga NU
|
Kelebihan lain, setiap yang salah paham dan bahkan membencinya, sekali bertemu dan diajak komunikasi, lalu berubah sikap. Mungkin sikap lapang ini yang membuat Anies bisa merangkul semua pihak, termasuk yang semula tidak menyukainya.
Gak mudah tersenyum kepada orang yang menyerang kita. Apalagi mendatangi rumahnya. Dan Anies bisa melakukan itu. Anies datang ke rumah Remy Sylado, seseorang yang kita semua tahu, pernah kurang positif pandangannya terhadap Anies Baswedan. Clear!
Selain integritas, kapasitas dan prestasi kerja, pola komunikasi Anies yang lembut, santun dan pemaaf, saya rasa ikut memberi kontribusi terhadap kharismanya. Anies tak hanya mampu menyentuh otak, tapi juga hati masyarakat dengan emosinya yang stabil. Jika dirasionalkan, mungkin ini rahasia dari kharisma Anies yang sedang digandrungi rakyat.
Jika situasi ini bertahan, saya pikir Anies akan menjadi rebutan tidak saja kelompok masyarakat, tapi juga partai politik dan para pemodal.
Jakarta, 3 Pebruari 2022
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa