JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang memuat banyak merevisi sejumlah UU tengah menjadi sorotan. Yang menjadi sorotan ialah UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS.
Salah satu yang menjadi perdebatan ialah soa komposisi posisi dewan pengawas di lembaga penyelenggara jaminan sosial yang termaktub di Pasal 21. Ketentuan dalam RUU, memperbanyak keterwakilan kementerian dan mendegradasi keterwakilan unsur Pekerja dan unsur Pengusaha.
Di dalam pasal 21 mengenai Dewan Pengawas BPJS diubah. Ketentuan dalam RUU, memperbanyak keterwakilan kementerian dan mendegradasi keterwakilan unsur pekerja dan unsur pengusaha.
Menanggapi hal itu, eks Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Poempida Hidayatullah mengaku geram dengan diubahnya komposisi Dewan Pengawas di BPJS. Poempida sapaan karibnya bahkan menyindir jika sebaiknya posisi Dewan Pengawas dapat dihilangkan.
“Enggak perlu ada Dewan Pengawas juga nggak apa-apa enggak perlu ada direksi juga tidak apa-apa. Enggak perlu ada BPJS juga tidak apa-apa kok, ” kata Poempida, Sabtu, (28/1/2023).
Poempida menekankan, pentingnya kepedulian atas pengelolaan uang iuran pekerja yang berada di BPJS. Poempida mempertanyakan apakah pengelolaan yang sedemikian besar tersebut sudah transparan.
“Tapi yang jelas siapa sih yang peduli dengan pengelolaan uang iuran dari rakyat yang sedemikian besar? Apakah pengelolaan uang yang sedemikian besar itu sudah transparan?, ” imbuh Poempida.
Poempida menerangkan, mekanisme pengawasan dengan keberadaan struktur Dewan Pengawas seperti sekarang sudah sangat terbatas. Padahal, kata Poempida, pengawasan pada dasarnya hanya bisa dilakukan secara kasuistik dan random.
Baca juga:
Uang Buruh BPJS Ketenagakerjaan Buat Apa?
|
“Pengawasan secara holistik belum memungkinkan untuk dilakukan. Karena keterbatasan personil dan anggaran, ” tegas dia.
Poempida menegaskan, secara logika semakin besar tanggung jawab suatu institusi dalam mengelola dana publik seharusnya akan semakin banyak mekanisme pengawasan yang harus dilakukan.
“Secara logika ya semakin besar tanggung jawab suatu institusi dalam mengelola dana publik semakin banyak mekanisme pengawasan yang harus dilakukan (Idealnya secara kualitas bukan kuantitas). Namun paling tidak secara kuantitas bisa representatif, ” jelas Poempida.
Poempida menjelaskan, ketika berbicara soal metode pengawasan ideal maka sebaiknya publik langsung bisa mengawasi secara transparan. Salah satunya ialah dengan penggunaan teknologi.
“Dengan teknologi yang tepat untuk kondisi sekarang ini sangat bisa dilakukan, ” pungkasnya. (***)