PENDIDIKAN-Bayangkan diri Anda di ruang belajar yang hening. Di meja, buku dan pulpen siap menemani sesi belajar panjang demi menggapai mimpi lolos ujian seleksi perguruan tinggi yang begitu bergengsi, suneung atau CSAT (College Scholastic Ability Test). Di Korea Selatan, ujian ini bukan sekadar ujian biasa—ia adalah puncak dari persiapan bertahun-tahun yang menentukan masa depan. Konsentrasi adalah harga mati, dan gangguan sekecil apapun bisa jadi bencana. Tapi apa jadinya jika suara-suara ‘ganas’ mulai merayap ke dalam kepala, mengganggu aliran fokus yang sudah susah payah dibangun?
Ternyata, ancaman itu tidak berasal dari tempat yang jauh, melainkan dari melodi yang terlalu catchy dan adiktif! Beberapa lagu menjadi "larangan terselubung" di kalangan siswa karena mampu mengundang earworm, alias "cacing telinga"—melodi yang terus berputar tanpa henti dalam pikiran. Lagu “Apateu, ” salah satu yang paling populer di Korea Selatan yang di nyanyikan Bruno Mars & Rose , menjadi “korban” pertama dalam daftar hitam ini. Tentu saja, tak sendirian! Lagu-lagu hits lain seperti “Next Level” milik aespa, “Zimzalabim” dari Red Velvet, dan “Ring Ding Dong” karya SHINee turut menyusul dalam jajaran melodi terlarang. Nada-nada tersebut memiliki karakteristik serupa, sekali terputar, mereka masuk ke kepala tanpa permisi dan terus berputar di sana, tak kunjung hilang bahkan hingga tiba waktu ujian.
Banyak siswa yang mengeluhkan bahwa melodi-melodi ini, yang begitu memikat dengan irama repetitifnya, justru menjadi penghalang di tengah usaha mereka memahami rumus matematika atau membaca teks panjang dalam bahasa asing. Bahkan, seorang siswa mengakui, "Saya khawatir lagu itu akan terngiang di kepala saya bahkan selama ujian." Alih-alih membantu, nada-nada catchy ini malah menjadi pengganggu, memecah konsentrasi saat mereka sedang menghadapi momen genting.
Fenomena earworm, yang seakan merangkul remaja Korea Selatan dengan erat, menarik perhatian para ahli psikologi. Lim Myung Ho, seorang profesor di Universitas Dankook, mengungkapkan bahwa manusia sering kali lebih rentan terhadap pengaruh melodi berulang daripada yang kita sadari. "Psikologi kita lebih rapuh daripada yang kita sadari, dan suara yang sederhana dan berulang dapat dengan mudah memicu bias emosional, ” paparnya. Earworm seakan mampu menghipnotis pendengarnya, dan bagi kaum muda yang sedang menghadapi tekanan ujian, hal ini terasa lebih berat.
Kini, saat hari ujian semakin dekat, “Apateu” dan deretan lagu catchy lainnya menjadi semacam ‘hantu’ yang ditakuti di kalangan siswa. Hanya dengan satu lantunan melodi, konsentrasi mereka dapat buyar seketika. Nada-nada terlarang ini terus bersembunyi, menanti untuk muncul kembali di saat-saat yang paling tidak diinginkan. Siapa yang menyangka bahwa musik yang biasanya menjadi pelipur lara, bisa menjelma jadi pengganggu fokus yang berbahaya?
Bagaimana di Negara kita? eh lupa, gak usah belajar ya saat masuk PTN kan ada jalur mandiri cukup siapkan uang.
Jakarta, 31 Oktober 2024
Hidayat Kampai
Baca juga:
Rudi Tingkatkan Mutu Pendidikan Batam
|