Jakarta - Pemerintah Indonesia memberikan perhatian penuh terhadap pengembangan energi baru terbarukan pada skala nasional maupun global.
Bahkan transisi energi menjadi salah satu dari tiga topik utama dalam Presidensi G20 Indonesia tahun ini, sehingga energi baru terbarukan adalah sektor prioritas dalam pembangunan Indonesia di masa depan.
Baca juga:
RI Imbau G20 Jadi Solusi Masalah Ekonomi
|
Ke depannya, perekonomian Indonesia tentunya akan semakin ekspansif, sehingga perlu meningkatkan kapasitas energi untuk memenuhi kebutuhan di masa depan. Di sisi lain, Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam upaya mitigasi emisi global dalam rangka mengantisipasi perubahan iklim, di mana Pemerintah telah berkomitmen meraih Net Zero Emission di 2060.
“Kita harus berusaha menyeimbangkan kenaikan permintaan energi di masa depan dengan komitmen reduksi karbon. Untuk itu, pengembangan energi baru terbarukan menjadi hal yang sangat penting, ” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto secara virtual dalam acara “South Korea RE-Invest Indonesia 2022” yang diadakan atas kerja sama Kedutaan Besar Indonesia di Korea Selatan, CSIS, dan Tenggara Strategics, Kamis (7/4/2022).
Energi baru terbarukan harus mampu menggantikan energi karbon yang mempunyai emisi tinggi seperti bahan bakar fosil, terutama untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri.
Dalam hal itu, Pemerintah Indonesia menargetkan pencapaian proporsi energi baru terbarukan sebesar 23 persen dari total sumber energi pada 2025 mendatang. Tahun 2021 lalu, sudah diakselerasi transformasi energi dengan pengurangan emisi karbon pada pembangkit listrik di Indonesia hingga mencapai 10, 37 juta ton atau lebih dari dua kali lipat dari target reduksinya.
“Pemerintah Indonesia juga akan mengimplementasikan kebijakan harga karbon dalam bentuk carbon cap and trade, serta skema pajak karbon di 2023. Kebijakan ini akan menentukan batas atas dalam emisi karbon di beberapa sektor tertentu dan memperkenalkan perdagangan dan skema pajak karbon. Kami harap kebijakan itu dapat memberikan keuntungan bagi industri untuk mengubah energinya menjadi sumber terbarukan, ” jelas Menko Airlangga.
Usaha mengakselerasi proses transformasi energi guna mencapai proporsi target tersebut tak hanya membutuhkan dukungan dari sektor swasta nasional saja, tapi juga dari komunitas global. Hal ini adalah sesuatu yang wajar sebab pencegahan perubahan iklim merupakan tanggung jawab dunia dan membutuhkan kolaborasi dari semua negara.
“Dukungan global seperti itu, termasuk pembiayaan dan transfer teknologi, dibutuhkan dari negara maju seperti Korea Selatan, ” imbuh Menko Airlangga.
Dari segi regulasi, Indonesia telah memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang tujuan utamanya adalah menciptakan ekosistem bisnis yang mudah, namun tetap tidak melupakan standar, nilai keselamatan dan keamanan, serta keberlanjutan dari sisi lingkungan hidup.
Selain itu, juga sudah dibentuk Indonesia Investment Authority (INA) yang dapat menjadi menyediakan alternatif fasilitas investasi untuk pengembangan ekonomi hijau.
“Saya berharap event hari ini dapat menjembatani kerja sama antara sektor swasta Indonesia dengan Korea Selatan dalam mengembangkan energi baru terbarukan, yang dapat mendukung pencapaian target 23 persen kontribusi energi baru terbarukan tersebut, ” tutup Menko Airlangga.