JAKARTA - Dua suporter diketahui tewas saat hendak menyaksikan pergelaran Piala Presiden 2022 dalam laga Persib Bandung melawan Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), di Bandung, Jawa Barat, Jumat (17/6/2022) lalu. Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menegaskan kasus kematian suporter sepak bola di Indonesia sudah tidak bisa ditoleransi lagi.
“Tidak ada sepak bola seharga nyawa manusia. Kami mendesak agar pihak-pihak yang bertanggung jawab secara langsung atau tidak langsung atas kematian dua suporter di Stadion GBLA diseret ke ranah hukum. Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka secara pidana, ” ujar Huda, Sabtu (18/6/2022).
Dalam kasus dua bobotoh tersebut, pihak berwajib harus memanggil para penanggung jawab pergelaran Piala Presiden 2022. Dia mengaku mendapatkan banyak laporan dari kelompok suporter terkait peristiwa menyedihkan tersebut. “Mereka harus dimintai keterangan dan jika ada unsur kelalaian yang memicu tewasnya dua Bobotoh tersebut mereka harus dijerat dengan Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang memicu hilangnya nyawa orang lain, ” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Huda menilai, kejadian tersebut diduga terjadi karena ada unsur kelalaian penyelenggara karena tampak tidak ada persiapan matang mengantisipasi ledakan jumlah penonton yang hadir dalam laga akbar tersebut. “Kami menerima informasi terkait bobolnya stadion sejak sebelum pertandingan dimulai. Lalu ada ketidaksigapan Panpel saat terjadi kerumunan begitu rupa sehingga memicu korban jiwa, ” katanya.
Huda menilai bahwa kasus suporter yang meninggal selama ini cenderung dianggap sebagai kecelakaan tanpa diusut pemicunya. Sehingga ia menegaskan, sudah saatnya jeratan pasal pidana diberikan kepada mereka yang lalai saat menyelenggarakan pertandingan sepak bola di Indonesia. Dia mengungkapkan peristiwa kematian suporter sepak bola di Indonesia seperti lagu lama yang terus berulang.
“Akibatnya kasus kematian suporter di Indonesia terus-menerus berulang tanpa diiringi upaya sistematis untuk meminimalkan potensi pemicunya. Di sisi lain, belum nampak upaya serius untuk membenahi manajemen pengelolaan sepak bola termasuk perlindungan terhadap suporter, ” tegas legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat VII tersebut.
Data Save Our Soccer (SOS) menunjukkan, setidaknya terdapat 76 suporter meninggal selama periode 1995 hingga 2018 karena berbagai sebab. Mulai dari terhimpit dan terjatuh di stadion, kecelakaan di jalan raya, hingga dikeroyok warga dan suporter lawan. Saat ini, lanjut Huda, dalam UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan sudah terdapat pasal terkait perlindungan suporter ini.
Meski demikian, beleid tersebut masih membutuhkan aturan turunan agar bisa diterapkan di lapangan. “Kami berharap pemerintah segera merumuskan aturan turunan ini untuk memastikan keselamatan suporter baik sebelum, saat, dan sesudah pertandingan. Sekali lagi tidak ada olahraga yang seharga nyawa, termasuk sepak bola. Kami berharap agar kejadian memilukan tewasnya suporter sepak bola tidak lagi terjadi di Indonesia, ” pungkasnya. (hal/sf)