JAKARTA - DPR RI dan pemerintah resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Perdata (HAP) masuk dalam tahap pembahasan tingkat pertama. Pembahasan telah dilakukan setelah masa reses. Dalam hal ini Komisi III DPR RI turut melibatkan para ahli, akademisi yang berhubungan dengan pembahasan RUU tersebut.
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan bahwa dalam pandangannya RUU HAP menjadi kebutuhan masyarakat pencari keadilan, khususnya bagi mereka yang bersengketa secara perdata melalui jalur peradilan. Namun demikian, ada sejumlah hal harus menjadi perhatian bagi DPR ataupun pemerintah selaku pembuat UU.
“Kalo melihat RUU HAP ini kan inisiatif pemerintah, maka naskah akademi itu dari pemerintah. Kalau kami baca RUU ini bersifat kondifikasi tetapi terbuka salah satunya ialah membiarkan UU di luar UU jaman Belanda yang memuat hukum acara itu tetap berlaku kecuali apa yang ada didalam ketentuan penutup dari RUU ini, ” ungkapnya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Pada rapat tersebut, Komisi III DPR RI mendengar pandangan para ahli yang terdiri dari Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) dan Ikatan Notaris Indonseia (INI). “Kami meminta masukan nanti juga kami undang pakar dan ahli. Sebab aspirasi dari berbagai pihak dan memperkaya perspektif diskursus RUU HAP, ” ujar politisi fraksi PPP tersebut.
Arsul menambahkan, pembentukan dan perumusan UU tetap mengedepankan asas kehati-hatian dan ketelitian dalam merumuskan setiap norma dalam RUU HAP. Sebab, materi RUU HAP penting memperlihatkan kebutuhan hukum kelompok marginal. Seperti masyarakat adat, kelompok penyandang disabilitas, dan lainnya agar memberi kepastian hukum dan keadilan bagi semua kalangan. (tn/aha)